Selasa, 29 April 2008

Contoh Tesis 2 PERSEPSI PAMONG DI SMAN KOTA PADANG TENTANG KOMPETENSI GURU PPL DAN KODE ETIK MENGAJAR GURU

Tulisan dibawah ini adalah salah satu proposal saya di S2 UNP Padang yang, anda boleh jadikan ini sebagai tesis judul ini belum ada yang buat, tapi jangan lupa cantumkan nama saya dan kirimkan terimakasih ke email Ucokhsb@yahoo.com. Saya mengizinkan siapapun mengambil sebagian tulisan ini untuk kepentingan akademik. Terimakasih. HS. Hasibuan Botung



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan proses belajar mengajar sangat tergantung kepada kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kemampuan yang dimaksud adalah serangkaian kompetensi yang dimiliki oleh guru, baik yang menyangkut dengan kemampuan pribadinya (efikasi diri) kemampuan dalam berinteraksi dengan siswa, kemampuan memilih dan menentukan media dan metode pembelajaran dan kemampuan dalam mendisain dan mengembangkan materi pembelajaran. Guru yang memiliki berbagai kompetensi tersebut disebut sebagai guru professional.

Persayaratan professional guru dikemukakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2005 yang menyatakan bahwa: “Guru merupakan sebuah profesi yang menuntut suatu kompetensi, agar guru itu mampu melaksanakan tugas sebagai mana mestinya guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuaan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

1

Menurut Sofa (2008: 4) kompetensi profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi professional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar

Glasser dalam Nana Sudjana (1988) mengemukakan empat jenis kompetensi tenaga pengajar, yakni (a) mempunyai pengetahuan belajar dan tingkah laku manusia, (b) menguasai bidang ilmu yang dibinanya, (c) memiliki sikap yang tepat tentang dirinya sendiri dan teman sejawat serta bidang ilmunya , (d) keterampilan mengajar.

Oemar Hamalik (2004) menyatakan bahwa masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi‑kompetensi lainnya adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan.

Secara teoretis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah‑pisahkan satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisah‑pisahkan. Di antara ketiga jenis kompetensi itu saling menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengaiar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu sosial adjustment dalam masyarakat. Ketiga kompetensi tersebut terpadu dalam karakteristik tingkah laku guru.

Proses belajar dan hasil belajar bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang baik adalah guru yang cepat tanggap, paham akan situasi dan kondisi pembelajaran dan mengerti tentang apa saja yang diinginkan oleh murid-muridnya. Guru yang memiliki kemampuan tersebut bisaanya akan disukai dan disenangi oleh siswa.

Oemar Hamalik (2002) mengatakan “guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal”. Indikator dari pembelajaran efektif dan menyenangkan adalah 1) siswa mudah memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, 2) proses pembelajaran berlangsung secara terbuka, 3) aktivitas dan partisipasi kelas yang tinggi, dan 4) proses belajar tidak membosankan.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5, menyebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Ayat 6 pasal yang sama disebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “mereka yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Undang-Undang tersebut secara tegas menjelaskan bahwa seorang guru atau pendidik harus memiliki kemampuan profesional dalam perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pemimbingan. Secara legalitas, kemampuan-kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam undang-undang tersebut harus dimilki oleh setiap guru sebagai kemampuan dasar atau “core skills of teaching profession”. Penguasaan satu dan atau dua kemampuan saja belum dikatakan bahwa guru tersebut professional. Guru yang tidak mampu merencanakan walau pun mampu mengembangkan proses pembelajaran secara legal dianggap tidak memiliki kemampuan profesional. Demikian pula mereka yang sanggup merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran tetapi tidak mampu melakukan penilaian hasil belajar adalah juga guru yang tidak memiliki kemampuan profesional yang dipersyaratkan. Guru yang tidak mampu melakukan bimbingan terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah guru yang tidak memiliki kemampuan profesional berdasarkan Undang undang tersebut. Sedangkan kemampuan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat merupakan kemampuan yang bersifat optional bagi guru pendidikan dasar dan menengah namun sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh tenaga pengajar di perguruan tinggi.

Kemampuan profesional seorang guru harus didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman dan kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar, pengetahuan dan kemampuan untuk memotivasi peserta didik, pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teori belajar, pemahaman terhadap kurikulum dan kemampuan mengidentifikasi ide dasar kurikulum.

Jadi untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya (Supriadi 1998).

Berdasarkan pertimbangan dan analisis di atas, dapat diperoleh gambaran secara fundamental tentang pentingnya kompetensi guru. Karena peranan guru yang sangat penting dalam proses pembelajaran, maka guru yang dinilai kompeten secara profesional, apabila guru tersebut mampu: mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik‑baiknya, melaksanakan peranan‑peranannya secara berhasil, bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah, dan melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.

Agar guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya ini, maka setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab tersebut. Dia harus menguasai cara belajar yang efektif, harus mampu membuat model satuan pelajaran, mampu memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa, mampu memberikan nasihat dan petunjuk yang berguna, menguasai teknik­-teknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar, dan sebagainya (Slameto, 2003).

Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang adalah salah satu lembaga perguruan tinggi yang mempersiapkan mahasiswanya menjadi calon tenaga pendidik yang profesional. Berbagai pembinaan dilakukan agar terwujud guru yang profesional dibidangnya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang dalam hal membina dan mengupayakan mahasiswa sebagai calon tenaga pendidik yang professional adalah mewajibakan mahasiswa untuk mengikuti dan mengambil mata kuliah PPL I yang dilaksanakan disekolah sebagai persiapan awal untuk mengajar disekolah dan PPL II sebagai aplikasi untuk menerapkan ilmu atau teori-teori yang diperoleh.

Program Pengalaman lapangan (PPL) adalah serangkaian kegiatan yang diprogramkan bagi mahasiswa LPTK/Fakultas Tarbiyah, yang meliputi latihan mengajar maupun latihan di luar mengajar. Oemar Hamalik (2004) mengemukakan kegiatan ini sebagai ajang untuk membentuk dan membina kompetensi-kompetensi profesional yang dipersyaratkan oleh pekerjaan guru atau tenaga kependidikan lainnya. Sasaran yang ingin dicapai adalah pribadi calon pendidik yang memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta pola tingkah laku yang diperlukan bagi profesinya serta cakap dan tepat menggunakannya di dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Oemar Hamalik (2004) selanjutnya juga mengemukakan tiga pokok pikiran penting, yakni pengalaman lapangan berorientansi pada (1) kompetensi, (2) terarah pada pembentukan kemampuan-kemampuan professional mahasiswa calon guru atau tenaga kependidikan lainnya, dan (3) dilaksanakan, dikelola, dan ditata secara terbimbing dan terpadu.

Pokok pikiran pertama, mengandung pengertian bahwa tingkat kemampuan yang diperoleh oleh calon guru merupakan indikator hasil dari pengalaman lapangan. Guru yang kompeten adalah guru yang mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan dengan berhasil, dilihat dari produk yang tercapai oleh siswanya. Pokok pikiran kedua, mengandung pengertian bahwa pengalaman lapangan mengerahkan calon guru untuk mengembangkan kemampuan profesional, kemampuan personal, dan kemampuan sosial. Pokok pikiran ketiga, mengandung pengertian bahwa dalam proses kegiatan di lapangan, mahasiswa calon guru bertindak secara aktif, bimbingan berfungsi membantu calon guru agar mampu mengarahkan dan memperbaiki diri sendiri.

Dalam Buku Pedoman PPL Fak. Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang (2005) dikemukakan tujuan PPL, yakni “membekali mahasiswa dengan pengetahuan praktis dan keterampilan keguruan dan membimbing mahasiswa ke arah terbentuknya calon guru agama atau tenaga kependidikan lainnya yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam pembinaan kemampuan dasar dan profesi keguruan”.

Untuk menguasai keterampilan mengajar tersebut, mahasiswa di Jurusan Tarbiyah (LPTK) dibekali pengetahuan dasar keguruan melalui Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK) dan Mata Kuliah Proses Belajar Mengajar (MKPBM). Selanjutnya baru diadakan pembinaan keterampilan melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL). Kegiatan ini merupakan kegiatan pelatihan untuk menerapkan berbagai pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melaksanakan pendidikan pra-jabatan keguruan. Program ini dirancang untuk melatih mahasiswa menguasai kemampuan keguruan yang utuh dan terintegrasi, sehingga setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka siap menjadi calon guru yang professional.

Perlu untuk dipahami bahwa salah satu kewajiban pendidik profesional adalah menjaga dan menjalankan kode etik guru. Siapa pun orangnya (baca: tidak terkecuali guru PPL) haruslah mentaati kode etik keguruan. Setiap guru haruslah memiliki etika yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Koesoema (2007) mengatakan: Setiap profesi, apa pun, termasuk guru, tidak dapat melepaskan diri dari prinsip moral dasar yang diajukan Immanuel Kant. Maksim moral Immanuel Kant berbunyi, Bertindaklah terhadap kemanusiaan itu sedemikian rupa sehingga engkau memperlakukan pribadi itu sendiri atau yang lain bukan sebagai alat, tetapi sebagai tujuan dalam diri mereka sendiri".

Koesoema (2007) melanjutkan “Etika profesi dan standar moral harus dimiliki tiap individu yang terlibat dunia pendidikan. Ini penting sebab corak relasional antar individu dalam lembaga pendidikan tidak imun dari unsur kekuasaan yang memungkinkan ditindasnya individu yang satu oleh individu lain. Selain itu, etika profesi menjadi pedoman saat muncul konflik kepentingan agar kepentingan masyarakat umum tetap terjamin melalui pelayanan profesional itu. Tanpa etika profesi, lembaga pendidikan berubah menjadi toko grosiran di mana keuntungan dan tumpukan uang menjadi tujuan”.

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam Kongres XIII Tahun 1973 di Jakarta, dan disempurnakan dalam Kongres XVI tahun 1989 di Jakarta, yaitu: 1) guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, 2) guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional, 3) guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan, 4) guru rnenciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar, 5) guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan, 6) guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatican mutu dan martabat profesinya,7) guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial, 8) guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian, 9) guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan

Dalam temu karya pendidikan III dan Rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia yaitu: 1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan UUD 45,2) menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, 4) selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan Ilmu Pendidikan, dan 5) selalu melaksanakan pendidikan,penelitian, dan pengabdian untuk masyarakat, (Pidarta, 1997: 271).

Kemudian IKIP Surabaya Tahun 1994 menyusun kode etik guru Indonesia seperti berikut: 1) berbakti dalam membimbing peserta didik, 2) memiliki kejujuran professional dalam melaksanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik, 3) mengadakan komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang peserta didik, 4) menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mengadakan hubungan dengan orang tua siswa, 5) memelihara hubungan dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan, 6) secara individual atau berkelompok mengembangkan profesi, 7) menciptakan dan memelihara hubungan yang baik antar pendidik, 8) secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dan 9) melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, (Pidarta, 1997: 272)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 43 dinyatakan , ayat 1 Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik. Pada ayat 2, Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Pada pasal 44 ayat 1 Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru. Ayat 2, Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Ayat 3, Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Ayat 4, Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Ayat 5, organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (code of conduct) profesi adalah 1) Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya, 2) Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan, 3) Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu, 4) Standar-standar etika mencerminkan/ membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya, 5) Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi, 6) Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya, 7) Dari beberapapendapat dapat dipahami bahwa kode etik guru merupakan, pedoman-pedoman, aturan-aturanatau prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan dan tidak boleh dilanggar oleh guru dalam tugasnya.

Dapat dikatakan bahwa semakin tingi tingkat pengamalan, dan penjagaan kode etik pada seorang guru maka semakin tinggi harga dirinya, dan semakin tinggi pula wibawanya dimata orang lain dan semakin melambangkan tingkat keprofesionalannya.

Dengan demikian semakin tinggi harga diri dan wibawa guru maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan orang lain terhadap kemampuannya, dan semakin tinggi pula nilai kualitas yang disimbolkan oleh orang lain terhadapnya.

Keadaan ini dapat dihubungkan dengan tingkat pengamalan dan penjagaan seorang calon tenaga pengajar (mahasiswa PL) dihubungkan dengan persepsi pamongnya. Dapat diduga bahwa semakin tinggi tingkat pengamalan dan penjagaan mahasiswa PL terhadap kode etik keguruan maka semakin menambah persepsi pamongnya bahwa dirinya adalah calon tenaga guru yang kompeten, semakin tinggilah penghargaan berupa nilai yang diberikan pamong kepadanya. Pamong adalah guru yang diberi tugas dan dipercayakan untuk membina, mengarahkan, dan mengawasi mahasiswa. Tingkat kompetensi mahasiswa yang dinilai itu meliputi kompetensi profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial. Ketiga kompetensi itu menjadi pedoman penilaian bagi pamong dalam setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh mahasiswa. Selain kompetensi tersebut pamong juga akan memperhatikan bagaimana kepribadiannya dan etikanya sebagai seorang calon guru yang terhimpun dalam kode etik keguruan.

Pentingnya kode etik bagai seorang guru adalah 1) karena guru adalah contoh teladan yang akan ditiru dan digugu oleh para siswanya, 2) proses pembelajaran tidak hanya menekankan kepada pengetahuan an sich, akan tetapi pembentukan moral dan kepribadian siswa, 3) adat dan kebudayaan kita masih menjunjung tinggi nilai-nilai etika itu sendiri. Oleh karena itu jelaslah bahwa mahasiswa PPL pun harus mentaati dan mengamalkan etika keguruan karena pada hakikatnya meskipun dia belajar untuk menjadi guru pada saat itu dia sendiri sudah menjadi guru bagi para siswa di tempat dimana dia praktek.

Setiap mahasiswa PPL pasti menginginkan nilai yang baik dan memuaskan dari pamong atau pembimbingnya. Namun demikian tentu untuk menentukan nilai akhir mahasiswa tersebut sangat ditentukan oleh kemampuannya, etikanya dalam mengajar dan persepsi pamong terhadap etika dan kemampuannya itu.

Keberhasilan mahasiswa untuk memperoleh nilai yang baik tentu sangat ditentukan oleh seberapa besar mahasiswa tersebut mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Totalitas kompetensi guru PL akan menentukan nilai akhir yang diperolehnya. Dalam artian baik atau tidak nilai akhir yang diperolehnya sangat ditentukan oleh kemampuan mengajarnya dalam proses pembelajaran di kelas. Bagaimana pun baiknya materi dan metoda yang dipilih, namun jika cara menggunakan atau mengajarkannya tidak baik dan tidak disukai oleh para siswa maka tentu saja akan mempengaruhi terhadap perolehan nilai.

Sekaitan dengan kemampuan mengajar dan nilai akhir yang diperoleh mahasiswa PL dalam hubungannya dengan persepsi pamong dapat dipahami bahwa jika pamong memiliki persepsi yang tinggi kepada mahasiswa PL maka keadaan itu diduga akan memicu apresiasi pamong untuk memberikan nilai yang baik kepada mahasiswa.

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa rata-rata nilai akhir mereka adalah A dan B, dan sangat jarang sekali mereka yang memperoleh nilai PPL C atau D, itu pun terjadi karena ada kasus berupa perbuatan atau sikap mahasiswa yang kurang baik menurut pamong. Hal ini dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1.

Daftar Nilai PPL Mahasiswa Fakultas Tarbiyah

IAIN Imam Bonjol Padang.

No

Nama Pamong

Nama Siswa

BP

Nilai


Lokasi SMA 5 Padang


1

X1

Desriko Susandi

404076

A

2

X2

Nur Halen

404082

A

3


Idnaini

404202

A

4


Budimus

404233

A

5


Syofyan Hendri

404314

A

6


Nelly Arnis

404327

A

7


Salman

404351

A

8


Nurmala Sari

404411

A


Lokasi SMAN 6 Padang


9

X3

Indah Jayanti

404162

A

10

X4

Silvia Novera

404164

A

11


Izmi Hamda

404163

B

12


Lasmiadi

404365

A

13


Afrijon

404135

A

14


Yosep Dajascan

404077

A

15


Ahmad Shaleh

404438

A

16


Irda Royani

404185

B



SMAN 7 Padang



17

X5

Fadli

404590

A

18

X6

Faizul

404050

A

29


Yosi Esawati

404096

A

20


Al Azhar

404212

A

21


Erna Yenti

404266

A

211


Aprina Depi Sari

404375

A

23


Meni Elyta S

404474

A

24


Edi Wahyudi

404515

A

25


Asbentoni

404524

A



SMAN 10 Padang



26

X7

Lestari Novia

404269

A

27

X8

Laila Ramadhani

404037

A

28


Yusrina

404045

B

29


Rini Deswita

404074

A

30


Asril Yusuf

404333

B

31


Rinaldi

404387

A

32


Firdaus Yusri

404403

A

33


Idmansyah

404509

A


Jumlah=8 orang

Jumlah= 33 Orang



Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ada 29 orang yang memperoleh nilai PPL A dan 4 orang mahasiswa yang memperoleh nilai PPL B, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa dari 33 mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yang melaksanakan PPL di SMAN Kota Padang, 88% memperoleh nilai PPL A dan 12% memperoleh nilai PPL B. Ini berarti bahwa pelaksanaan PPL Mahasiswa Fak. Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang di SMAN Kota Padang sudah sangat baik.

Namun demikian berdasarkan pengaduan dari para siswa yang penulis himpun diperoleh jawaban bahwa ternyata kemampuan guru PPL dalam mengajar dengan nilai yang diperolehnya tidaklah sesuai. Dibawah ini dikemukakan beberapa pernyataan siswa yang menyatakan bahwa nilai akhir yang diperoleh mahasiswa tidak sesuai dengan kemampuan mereka dalam mengajar yaitu:

X1 siswa SMAN 5 Padang dalam wawancara tanggal 05 Maret 2008 jam 09.30 WIB mengatakan bahwa: “Kalau menurut saya nilai akhir yang diperoleh oleh guru PPL kurang sebanding dengan cara mengajar mereka di kelas. Sebab banyak para guru PL yang kurang pandai berbicara atau menerangkan pelajaran di kelas, kadang-kadang pelajaran terasa membosankan, penggunaan media juga tidak tepat, bahkan ada diantara siswa yang bermain-main ketika pembelajaran berlangsung”.

Hal yang sama dikatakan oleh X2 siswa pada sekolah yang sama juga megatakan bahwa “setelah saya melihat nilai guru PPL yang Bapak tunjukkan tadi saya kira penilaian itu kurang tepat sebab mereka saja masih belajar dan masih banyak terdapat beberapa kesalahan dalam proses belajar mengajar, misalnya ada diantara guru PPL yang berbicara saja tidak lancar, terus ada juga siswa yang iseng kepada guru PPL karena mereka kurang berwibawa dalam mengajar”.

Dalam wawancara dengan siswa X3 di SMN 6 tanggal 08 Maret 2008 jam 13.30 WIB mengungkapkan bahwa: menurut kami ada dua orang guru PPL yang betul-betul tidak bisa menguasai kelas dan biasanya mereka dalam mengajar selalu didampingi oleh teman-temannya. Menurut kami nilai yang pantas bagi mereka itu adalah C sementara setelah dilihat nilai yang mereka peroleh ternyata tidak ada yang memperoleh nilai C, dan paling rendah nilainya B, itupun hanya dua orang saja selainnya A.

Menurut salah seorang guru pamong X3 dalam wawancara tanggal 08 Maret 2008 mengungkapkan bahwa “dalam memberikan nilai kepada guru PPL banyak faktor yang kami lihat diantaranya berbagai kemampuan mengajaranya. Selain itu tutur sapa, dan etika mereka juga sangat berpengaruh terhadap penilaian kami. Walaupun kemampuan mereka kurang dalam mengajar akan tetapi jika etika dan hubungan social ereka baik dengan siswa dan guru itu sudah merupakan point dan nilai tambah. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa etika mengajar guru PPL dapat berpengaruh terhadap penilaian dari pamong.

Ketika penulis mewawancarai salah seorang siswa X4 SMAN 7 Kota Padang tanggal 09 Maret 2008, siswa tersebut mewngatakan bahwa “saya tidak menyangka kalau guru PPL yang kemarin mengajar disini nilainya semuanya A. menurut saya tidak semuanya guru-guru PPL itu pandai mengajar. Di dalam kelas saja banyak kawan-kawan saya yang iseng sama guru PPL, ada yang rebut dan ada yang bercanda. Jadi menurut saya nilai guru PPL itu minimal berpariasimulai dari C sampai A, tapi saya tidak tahu cara penilaian itu nilainya semuanya A. Namun demikian pernyataan X4 dibantah oleh siswa X5 dalam wawancara tanggal 09 Maret 2008 mengatakan bahwa “menurut saya nilai yang diperoleh guru PPL yang kemarin sudah sesuai karena mereka sangat dekat dengan para siswa, sudah itu acara-acara mereka juga banyak.

Kedua pernyataan di atas kelihatan sangat berbeda ada yang pro dan kontra. Terlihat bahwa siswa yang setuju terhadap peroleh nilai yang diperoleh guru PPL sudah sesuai dengan standar penilaiannya bahwa guru PPL sangat dekat dengan siswa.

Kemudian menurut pengakuan guru pamong X8 SMAN 10 Padang, dalam wawancara tanggal 21 Maret 2008 menyatakan bahwa: “dalam menilai guru PPL kita tidak menilai dari segi kemampuan kognitifnya saja akan tetapi kemampuan afektifnya sebagai calon guru agama juga sanga diperhatikan. Guru agama di dalam suatu sekolah sangat berfungsi dalam pembinaan moral, jadi guru itu sendiri juga harus memiliki moral yang baik. Perilaku, tata cara bergaul, sikap dan cara berbicara merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa perilaku sikap atau moral seorang guru PPL dalam mengajar merupakan salah satu aspek penilaian pamong.

Selanjutnya menurut siswa X6 di SMAN 10 Padang dalam wawancara tangga; 21 Maret 2008 menyatakan bahwa “saya kurang setuju kalau semua nilai mahasiswa (guru PPL) yang kemarin mengajar di sekolah ini memperoleh nilai. Menurut saya penilaian itu kurang memperhatikan kemampuan guru PPL dalam mengajar. Dan memang ketika mengajar guru agama sekolah kadang-kadang mempercayakan saja guru PPL yang mengajar sementara guru agama sekolah tersebut tidak ikut masuk kelas.

Dari beberapa pernyataan di atas dipahami bahwa banyak para siswa yang menyatakan bahwa mereka ragu tentang pemberian nilai akhir PPL oleh pamong kepada guru PPL, alasan mereka adalah bahwa ada diantara mahasiswa yang kurang pandai dalam mengelola kelas, tidak mampu berbicara dan ada yang menjadi bahan keisengan dari mahasiswa. Sebagian kecil ada yang berpendapat najwa nilai yang diperoleh guru PPL sudah sesuai dengan kemampuan mereka alasannya adalah karena para guru PPL dapat menyesuaikan diri dengan mahasiswa dan membuat acara-acara kesiswaan yang cukup banyak. Sementara disisi lain pengakuan pamong mengatakan bahwa pemberian nilai memang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kode etik guru PPL dalam mengajar.

Pertanyaan yang diajukan dari data di atas adalah 1) apakah nilai akhir yang diberikan pamong (rata-rata sudah sangat memuaskan) sudah sesuai dengan tingkat kompetensi mahasiswa tersebut dalam mengajar, 2) mengapa banyak diantara siswa yang berpendapat bahwa menurut pengalaman mereka sebagai siswa, nilai akhir yang diperoleh mahasiswa dari pamongnya tidak sesuai jika dibandingkan dengan kemampuannya mengajar dikelas?, atau 3) apakah nilai mahasiswa tersebut juga dipengaruhi oleh etika guru PPL mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yang cukup baik menurut para pamong? Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut harus djawab melalui penelitian selanjutnya. Untuk memperoleh gambaran mengenai hal tersebut maka peneliti memilih objek penelitian khusus untuk pamong mahasiwa yang ada di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Padang sebagai tempat latihan yang ada di kota Padang.

Perlu untuk diketahui bahwa tempat praktek mengajar mahasiswa di SMAN Kota Padang, bukanlah bermakna atau menunjukkkan bahwa penelitian akan dilakukan terhadap seluruh subjek pamong yang ada diseluruh SMAN yang ada di Kota Padang. Akan tetapi makna Kota Padang yang dimaksudkan disini tidak lebih dari nama wilayah sebagai tempat mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang melakukan praktek mengajar, dan jumlah SMAN yang ada di Kota Padang sebagai tempat mengajar tersebut hanya 4 sekolah. Jadi yang dimaksud di Kota Padang itu adalah empat sekolah SMAN yang ada di Kota Padang, yaitu SMAN 5, 6, 7 dan 10.

Dari pantauan di beberapa sekolah latihan terlihat; siswa kurang respek terhadap mahasiswa PPL, mahasiswa PPL juga sering menjadi bahan keisengan siswa di kelas dan di luar kelas, siswa sering ribut di kelas dan baru berhenti jika guru pamong masuk, ada nilai PPL yang diberikan oleh guru pamong dipengaruhi oleh faktor kasihan, dan keluhan dari beberapa guru pamong bahwa mahasiswa PPL kurang menguasai materi yang akan diajarkannya.

Atas dasar inilah, peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi pamong di SMAN Kota Padang tentang Kompetensi Guru PPL dan Kode Etik Mengajar Guru PPL terhadap Nilai Akhir PPL yang diperoleh Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang”.

B. Identifikasi Masalah

Dari penjelasan-penjelasan mengenai nilai akhir yang diperoleh mahasiswa di atas, ada beberapa faktor yang diduga berkontribusi terhadap nilai akhir mahasiswa PPL. Secara umum nilai akhir mahasiswa PPl dipengaruhi oleh 1) kompetensi yang dimiliki, yaitu berbagai kemampuan yang ada pada diri guru (mahasiswa PPL) seperti kemampuan akademik, kemampuan mempengaruhi, harga diri guru, dan kemampuan interaksi sosial, 2) kode etik profesi, maksudnya adalah pengamalan dan penjagaan etika guru bagi mahasiswa PPL dalam tugasnya, dan 3) penilaian dari pamong, yaitu persepsi atau tanggapan dari pamong tentang kemampuan dan etika mahasiswa PPL dalam melaksanakan tugas mengajarnya

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, batasan masalah yang dikemukakan oleh peneliti untuk melaksanakan penelitian adalah masalah yang diteliti dibatasi pada dua variabel yaitu: Persepsi pamong tentang kompetensi dan kode etik mengajar guru PPL.

Variabel pertama adalah persepsi pamong terhadap kompetensi guru PPL. Mengenai hal ini, menurut peneliti bahwa persepsi yang baik dan tinggi (positif) terhadap sesuatu hal akan memberikan penghargaan yang baik terhadap hal itu. Penghargaan yang baik (positif) juga akan memberikan pengakuan yang baik dan positif. Sebaliknya persepsi yang kurang baik (rendah) terhadap sesuatu hal akan memberikan penghargaan yang kurang baik terhadap hal itu. Penghargaan yang kurang baik (negatif) juga akan memberikan pengakuan yang kurang baik (negatif). Dengan demikian kompetensi guru PPL yang dapat melakukan tugas mengajar dengan baik akan melahirkan persepsi pamong yang positif terhadap kompetensi guru PPL tersebut. Persepsi pamong yang baik (positif tersebut) akan berpengaruh terhadap nilai akhir PPL yang baik pula.

Variabel kedua adalah kode etik mengajar diduga juga berkontribusi terhadap nilai akhir yang diperoleh guru PPL. Perbedaan pengamalan dan penjagaan kode etik (baca: etika mengajar) guru PPL dalam pelaksanaan tugasnya diduga juga dapat berpengaruh terhadap nilai akhir PPL yang mereka peroleh. Dengan demikian persepsi pamong terhadap guru PPL dan Kode Etik mengajar guru PPL, keduanya diduga berkontribusi terhadap nilai akhir PPL yang diperoleh mahasiswa.

D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat kontribusi persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

2. Apakah terdapat kontribusi Kode Etik mengajar terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

3. Apakah terdapat kontribusi persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan besarnya:

1. Kontribusi persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

2. Kontribusi Kode Etik mengajar terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

3. Kontribusi persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan informasi mengenai persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat menambah masukan-masukan dalam peningkatan kompetensi mengajar dan nilai akhir yang diperoleh mahasiswa. Kepada mahasiswa PPL di SMAN agar meningkatkan kompetensinya dalam penguasaan materi ajar dan strategi pembelajaran di kelas yang diajarnya.

Untuk pembimbing lapangan (supervisor) informasi ini dapat menjadi bahan kajian tentang bagaimana kemampuan mahasiswa Fakultas Tarbiyah dalam melakukan PPL untuk selanjutnya jika terdapat beberapa kelemahan (dari segi profesionalitas) baik dari pihak mahasiswa maupun dari dosen pembimbing lapangan untuk selanjutnya dapat diperbaiki, dan ditingkatkan ke arah yang lebih baik.

Bagi Dekan fakultas Tarbiyah diharapakan dapat memberi masukan bagi penentu kebijakan untuk mempertahankan kualitas yang telah ada untuk selanjutnya dapat ditingkatkan. Disamping itu penelitian ini berguna sebagai langkah evaluasi untuk menilai sejauh mana keberhasilan proses pendidikan guru di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang sebagai LPTK, dengan memeriksa mutu lulusan, dan menyediakan informasi yang berguna untuk perbaikan sistem pendidikan guru pada masa yang akan datang.

Dan yang terakhir penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran untuk Pimpinan PTAI khususnya Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang IAIN “IB” Padang tentang upaya pengembangan kurikulum Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang sebagai LPTK untuk menyiapkan mahasiswa calon guru yang professional dan memiliki kompetensi di bidangnya.



BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Nilai Akhir PPL

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengetian yang memuaskan. Beberapa ahli merumuskan pengertian nilai dari beberapa perspektif yakni perspektif antropologis, filsafat dan psikologis. Secara antropologis Kluckhon (1962) mengemukakan nilai merupakan suatu konsepsi yang secara eksplisit dapat membedakan individu atau kelompok, karena memberi ciri khas baik individu maupun kelompok. Sedangkan menurut Chabib Thoha (1996: 18) nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

28

Secara filosofis, Spranger (1928) menyamakan nilai dengan perhatian hidup yang erat kaitannya dengan kebudayaan karena kebudayaan dipandang sebagai sistem nilai, kebudayaan merupakan kumpulan nilai yang tersusun menurut struktur tertentu. Purwadarminta (1999: 677) menerjemahkan Nilai sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Mujib dan Muahimin (1993: 110) mengungkapkan “Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. Sementara menurut Gazalba yang dikutip Thoha (1996: 61) mengartikan nilai sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.

Lebih lanjut Spranger (1928) menggolongkan adanya enam lapangan nilai, yaitu: (1). Lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai individu, meliputi lapangan pengetahuan, lapangan ekonomi, lapangan kesenian, dan lapangan keagamaan. (2). Lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai anggota masyarakat, yaitu : lapangan kemasyarakatan, dan lapangan politik.

Pengertian nilai dari persepektif psikologis dikemukakan Munn (1962) bahwa nilai merupakan aspek kepribadian, sesuatu yang dipandang baik, berguna atau penting dan diberi bobot tertinggi oleh seseorang. MS (1984: 122) mengatakan “Nilai maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan”.

Dari uraian di atas maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu maupun kelompok. Dengan demikian jika dikaitakan dengan PPL sebagai sebuah mata kuliah praktis, maka nilai PPL dapat diartikan sebagai bobot yang diberikan oleh seorang pamong yang melambangkan kualitas mahasiswa dalam melaksanakan praktek keguruan. Bobot dan kualitas itu sendiri untuk selanjutnya ditandai dan dilambangkan dengan angka.

  1. Pengertian Persepsi tentang Kompetensi

  1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah istilah yang umum dipakai dalam kajian psikologi yaitu “extra sensory perception” antara persepsi dan sensori merupakan dua terminologi kata yang hampir sama namun berbeda dari segi prosesnya. Sensori berarti penerimaan stimulus melalui alat indra, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang sudah ada di dalam otak atau dengan kata lain bahwa persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui atau memahami sesuatu berdasarkan apa telah ada dalam memori otaknya. Dalam hal ini memori otak disebut juga dengan schema.

Bisaanya suatu persepsi diawali oleh sensor. Dalam hal ini sensor adalah sesuatu yang dapat merubah pengetahuan-pengetahuan melalui respon yang dimiliki. Russel dan Norving (1995: 7243) menjelaskan sensori sebagai A sensor is anything that can change the computational state of the agent in response to change in the state of the world. It could be as simple as a one bit sensor that detect weather as switch is on or as complex as the retina of the human eye, which contains more than a hundred photosensitive elements”.

Selanjutnya Russel dan Norving (1995: 725) menegaskan ada beberapa indicator dari sensori yaitu: 1) manipulasi, 2) navigasi, dan 3) pengenalan objek. Persepsi hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.

Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan iformasi dan menafslrkan pesan.

Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.

Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358)

Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991 : 209).

Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54).

Thoha (1983: 45) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan, yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Selanjutnya Forgus (1966), mendefenisikan persepsi sebagai proses kognitif untuk menyerap informasi dari lingkungan. Hal yang sama dikemukakan oleh Leavit (1986) memberikan pengertian persepsi sebagai suatu pandangan pengertian yakni: bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu, dimana persepsi seseorang ditentukan oleh relevansinya dengan kebutuhannya. Dalam hal ini nampaknya Leavit berpendapat bahwa persepsi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang.

Ditinjau dari segi etimologi (pendekatan bahasa) kata persepsi berasal dari bahasa Inggris, yakni perception. Echols dan Shadily (1984) memberikan arti perception dengan penglihatan, tanggapan, daya memahami, dan menanggapi sesuatu.

Di sisi lain, Sarwono (1977), mengungkapkan bahwa persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk menerima informasi tersebut adalah berupa penginderaan (penglihatan, pendengaran, dan perabaan). Sedangkan alat untuk memahaminya adalah kognisi. Dengan demikian persepsi merupakan proses memahami atau memberi makna terhadap setiap sesuatu yang menjadi objek pengamatan. Sedangkan menurut Smith (1982) persepsi adalah bagaimana kita memberi makna pada apa yang diterima oleh panca indra kita. Usaha memberikan makna terhadap sesuatu yang kita lihat, dengar, rasa, hayati dan kita cium melalui alat indera kita merupakan fokus dari pengertian ini. Pemberian makna ini menurut Desiderato dalam Rakhmat, (1996) ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural.

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman lalu dan lain-lain. Sedangkan faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.

Milton (1981) mengemukakan “Perception is process of selection organization and interpretation at stimuli from”. Selanjutnya Noviardi (1986) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pada seseorang yang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah pertanda atau mengolah segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

Wortman dkk, (1999) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses dimana otak menginterpretasi sensasi yang diterimanya memberikan perintah dan makna. Sensasi di sini maksudnya adalah proses dimana rangsangan dari sel penerima di dalam tubuh mengirim inpuls saraf ke otak yang muncul dalam bentuk sentuhan, suara, rasa, percikan warna dan lain-lain. Di samping sensasi, untuk menafsirkan makna informasi indrawi dilibatkan pula atensi, ekspektasi, motivasi dan memori (Rakhmat: 1996). Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa persepsi merupakan penerjemahan hal-hal dan pemberian makna yang diperoleh seseorang.

Persepsi memiliki kecendrungan bersifat tetap. Persepsi dalam hal ini secara relatif mendekati kenyataan yang sebenarnya. Hal ini di dukung oleh pendapat Nurtain (1986: 134) “Kita berkecendrungan menghayati objek-objek sebagai suatu yang stabil dan tetap bertahan, meskipun pola-pola energi yang bersifat fisik yang mengenai alat indra kita senantiasa berubah-ubah, dan ini semua di kenal sebagai “perceptual consistency”. Apa yang kita lihat, kita hayati sangat dapat berhubungan dengan objek rangsangan yang mengenai alat indra kita.

Hal di atas dibenarkan oleh sejumlah prinsip-prinsip persepsi yang dikemukakan oleh Nurtain (1986) yakni: 1) prinsip kedekatan proximity, 2) prinsip kesamaan (smilarity), 3) prinsip kehampiran (closure). Prinsip kedekatan menyatakan bahwa objek yang terdiri dari unsure-unsur yang tersebar disusun ke dalam keseluruhan yang berdekatan.

Kusumaningrum (1998) mengidentifikasi empat tahap secara berurutan pada pesan persepsi: 1) penerimaan pesan atau informasi dari luar, 2) identifikasi kode informasi tersebut, 3) interpretasi informasi yang telah diberi kode untuk menentukan arti, dan 4) penyimpulan arti yang telah diperoleh dalam ingatan untuk dapat digunakan kemudian.

Dalam bahasa Indonesia persepsi juga sangat terikat dengan kata pemahaman. Seseorang mempunyai persepsi tentang sesuatu objek setelah melalui proses penginderaan.

Dari beberapa pengertian persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan rangkaian dari proses dan kinerja pemikiran yang terdiri dari tanggapan, pendapat, penilaian pandangan atau reaksi seseorang terhadap suatu objek yang menjadi perhatiannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka dirumuskan bahwa persepsi pamongyang dimaksud di sini adalah tanggapan, penafsiran, penilaian, pandangan, pendapat, pemahaman, dan reaksi yang diberikan oleh pamong tentang kompetensi guru PPL.

b. Pengertian Kompetensi Guru PPL

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta), kompetensi berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesutu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna. Moh. Uzer Usman (2002) menguraikan makna kompetensi guru sebagai kemampuan atau kewenangan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban profesi keguruannya secara layak dan bertanggung jawab.

Dari berbagai sumber ditemukan pengertian “kompetensi” seperti berikut ini. Webster Dictionary (1995) mendefinisikan kompetensi sebagai condition as quality of being well qualified as well capable. Hasan (2004) menyatakan “kompetensi adalah kemampuan yang harus dikuasai sesorang”. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Balitbang Depdiknas (2002) mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebisaaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Mc. Ashan (dalam Mulyasa, 2003) mengemukakan bahwa kompetensi ..is a knowledge, skill and abilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extend he or she can satisfaktoraly perform particular cognitive, affactive, and psychomotor behavior”. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggab mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Pendapat-pendapat di atas mempunyai kesamaan pandangan yang dapat disimpulkan bahwa “kompetensi guru PPL adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki guru PPL sebagai syarat dianggap mampu melakukan tugas-tugas di bidang pekerjaan itu.

Program Pengalaman lapangan (PPL) adalah serangkaian kegiatan yang diprogramkan bagi mahasiswa LPTK/Fakultas Tarbiyah, yang meliputi latihan mengajar maupun latihan di luar mengajar. Hamalik (2004) mengemukakan kegiatan ini sebagai ajang untuk membentuk dan membina kompetensi-kompetensi profesional yang dipersyaratkan oleh pekerjaan guru atau tenaga kependidikan lainnya. Sasaran yang ingin dicapai adalah pribadi calon pendidik yang memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta pola tingkah laku yang diperlukan bagi profesinya serta cakap dan tepat menggunakannya di dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Dalam Buku Pedoman PPL Fak. Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang (2005) dikemukakan tujuan PPL, yakni membekali mahasiswa dengan pengetahuan praktis dan keterampilan keguruan dan membimbing mahasiswa ke arah terbentuknya calon guru agama atau tenaga kependidikan lainnya yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam pembinaan kemampuan dasar dan profesi keguruan.

Untuk menguasai keterampilan mengajar tersebut, mahasiswa di Jurusan Tarbiyah (LPTK) dibekali pengetahuan dasar keguruan melalui Matakuliah Dasar Kependidikan (MKDK) dan Mata Kuliah Proses Belajar Mengajar (MKPBM). Selanjutnya baru diadakan pembinaan keterampilan melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL). Kegiatan ini merupakan kegiatan pelatihan untuk menerapkan berbagai pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melaksanakan pendidikan pra-jabatan keguruan. Program ini dirancang untuk melatih mahasiswa menguasai kemampuan keguruan yang utuh dan terintegrasi, sehingga setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka siap menjadi calon guru yang professional.

Dengan dilaksanakan PPL di madrasah/sekolah latihan, diharapkan mahasiswa mempunyai pengalaman kongkrit tentang situasi yang akan menjadi bidang tugasnya nanti, sehingga setelah lulus bisa melaksanakan tugas sebagai pendidik yang profesional. Selama PPL kemampuan mengajar mahasiswa dinilai oleh guru pamong dan dosen pembimbing lapangan. Tingkat kompetensi mahasiswa yang dinilai itu meliputi kompetensi profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial.

Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru PPL menurut Sardiman (2001) diklasifikasikan 10 macam profil kemampuan dasar yaitu: 1). menguasai bahan, 2). mengelola program pembelajaran., 3). mengelola kelas, 4). menggunakan media/sumber, 5). menguasai landasan kependidikan, 6). mengelola interaksi pembelajaran., 7). menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, 8). mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, 9). mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta, 10). memahami prinsip‑prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

c. Pengertian persepsi tentang kompetensi

Setelah diketahu bahwa pengertian Berdasarkan pengertian tersebut maka dirumuskan bahwa persepsi pamong yang dimaksud di sini adalah tanggapan, penafsiran, penilaian, pandangan, pendapat, pemahaman, dan reaksi yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain sedangkan kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat dianggap mampu melakukan tugas-tugas di bidang pekerjaan itu. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi khusunya pamong terhadap kompetensi guru PPL adalah adalah pandangan, pemahaman, reaksi dan nilai yang diberikan oleh pamong atas totalitas kemampuan yang dimiliki oleh guru PPL dalam melakukan tugas sebagai guru.

3. Pengertian Kode Etik Mengajar

Etik berasal dari kata ethos yang berarti watak; adab yang berarti keluhuran budi; ini menimbulkan kehalusan atau kesusilaan, baik yang bersifat batin maupun lahir (Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1989: 16). Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (1990: 237) Etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak sedangkan kode etik menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (1990: 448) dimaknai sebagai norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan ukuran tingkah laku.

Menurut Haryono (2007: 2) kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya.

Harefa (1999: 26) memberikan perbedaan pengertian tentang etika dan etos. Etika dimaknai sebagai (ethic) yang berkaitan dengan konsep-teori-rasio tentang nilai-nilai etis dalam hubungan manusiawi, seperti kebenaran, keadlian, kebebasan, kejujuran, dan cinta kasihsedangkan etos berkaitan dengan perilaku-praktek-budaya yang tidak selalu bersifat etis atau sesuai dengan etika.

Disisi lain Harefa (1999: 27) menghubungkan antara etika dengan profesionalisme. Katanya “tanpa etika profesionalisme tidak ada, sebab perilaku kerja yang tidak etis (etos) mereduksi kemanusiaan dengan menjadikan manusia hanya sekadar binatang ekonomi, mesin produksi, sapi perah, atau benda yang dapat diperlakukan seenaknya.

Dengan demikian pentingnya kode etik pendidik disimpulkan oleh Pidarta (1997: 271) sebagai salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang professional akan melaksanakan kode etik tersebut dalam tugasnya sebagai seorang guru.

Jika ditinjau lebih lanjut kode etik pendidik ini bertalian dengan erat dengan unsur-unsur yang dinilai dalam menentukan DP3 menurut PP RI Nomor 10 Tahun 1979. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: (1) kesetiaan kepada pancasila dan UUD 45, Negara serta bangsa, (2) berprestasi dalam bekerja, (3) bertanggungjawab dalam bekerja, (4) taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan, (5) jujur dalam melaksanakan tugas, (6) bisa melakukan kerja sama dengan baik, (7) memiliki prakarsa yang positif uantuk memajukan pekerjaan dan hasil kerja, dan (8) memiliki sifat kepemimpinan (Pidarta 1997: 272).

Agar guru dapat dapat terarah, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya maka sangat diperlukan sekali aturan-aturan, atau nilai-nilai (baca: kode etik) yang sifatnya mengikat para guru untuk selalu menjaga nama baik, martabat dan kewibawaan guru. Ada 17 macam kode etik guru profesional yang dikemukakan oleh Pidarta (1997:273) yaitu: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Setia Kepada Pancasila, UUD 1945, dan negara, 3) Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik, 4) berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri, 5) bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembangan peserta didik, 6) lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas Negara lainnya dari pada tugas sampingan, 7) bertanggungjawab, jujur, berprestasi, dan akuntabel dalam bekerja, 8) dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan, 9) menjadi teladan dalam berperilaku, 10) berprakarsa, 11) memiliki sifat kepemimpinan, 12) menciptakan suasana belajar atau studi yang kondusif, 13) memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta bekerja sama dengan baik dalam pendidikan, 14) mengadakan kerjasama dengan orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat, 15) taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan, 16) mengembangkan profesi secara kontinu, dan 17) secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan telaah kepustakaan yang dilakukan telah ditemukan beberapa hasil penelitian yang relevan dan berhubungan dengan variabel-variabel penelitian ini yaitu:

1. Mariati, L. (2001), meneliti tentang “Kontribusi Persepsi Siswa tentang SMK dan Cara Belajar Terhadap Hasil Belajar Gambar Estetis (Studi di SMK Negeri 8 Padang)”. Hasil penelitiannya adalah bahwa 19, 83% cara belajar siswa berkontribusi terhadap hasil belajar dan 5, 38% persepsi siswa terhadap SMK berkontribusi terhadap hasil belajar.

2. Ahmad, J. (2003) meneliti tentang, “Kontibusi Sikap dan cara Belajar terhadap Kemampuan Praktikum Elektronika Analog Mahasiswa Jurusan Tekinik Elektronika Fakultas Teknik UNP”. Hasil penelitiannya adalah bahwa (1) terdapat kontribusi yang berarti sikap tentang belajar elektronika terhadap kemampuan praktikum elektronika analog sebesar 14,8%. Pada program D III Jurusan Teknik Elektonika Fakultas Teknik UNP, (2) terdapat kontribusi yang berarti dari cara belajar mahasiswa terhadap kemampuan praktikum selektronika analog sebesar 13,2% pada program D III Fakultas Teknik UNP, (3) terdapat kontribusi positif yang signifikan dari sikap terhadap elektronika dan cara belajar secara bersama-sama terhadap kemampuan praktikum elektronika abalog pada progma D III Fakultas Teknik UNP sebesar 22,40%.

3. Wirman, (2005) meneliti tentang “Kontribusi Persepsi Siswa tentang Sekolah Menengah Kejuruan dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Uji Kompetensi keahlian”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ubahan persepsi siswa tentang SMK dapat memprediksi 50,20% atau berkolerasi positif terhadap hasil belajar, ubahan motivasi belajar dapat memprediksi 46,10% atau berkolerasi positif terhadap hasil belajar dan ubahan persepsi siswa tentang SMK dan motivasi belajar secara bersama-sama terhadap hasil belajar dapat memprediksi 61,20% atau berkolerasi positif.

4. Haswita, S. (2005) meneliti tentang, “Kontribus Persepsi Dosen tentang Profesi Pendidikan Kjuruan dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Dosen Fakultas Teknik UNP”. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa: (1) persepsi dosen sebagai pendidik kejuruan berkontibusi sangat signifikan terhadap kinerja dosen Fakultas Teknik UNP sebesar 22,4%, (2) pengalaman kerja berkontribusi signifikan terhadap kinerja dosen Fakultas Teknik UNP sebesar 7,3%, (3) persepsi dosen tentang profesinya sebagai pendidik kejuruan dan pengalaman kerja secara bersama-sama berkontibusi cukup besar dan signifikan terhadap kinerja dosen Fakultas Teknik UNP sebesar 27,5%.

5. Nazaruddin. (2007) meneliti tentang “Persepsi Siswa tentang Pendidikan Kejuruan dan Cara Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa SMKN 2 Kota Padang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) Persepsi siswa tentang pendidikan kejuruan berada pada kategori cukup. Persepsi siswa tentang pendidikan kejuruan berkontribusi 9,7% terhadap hasil belajar siswa SMK 2 Padang, (2) Cara belajar berkontribusi 8,1% terhadap hasil belajar siswa SMK 2 Padang, dan (3) persepsi siswa tentang pendidikan kejuruan dan cara belajar secara bersama-sama berkontribusi 14,7% terhadap hasil belajar siswa SMK 2 Padang.

C. Kerangka Konseptual

1. Kontribusi Persepsi Pamong tentang Kompetensi guru PPL dengan Nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

Setiap orang akan menggunakan persepsinya dalam memandang dan memberi arti terhadap sesuatu objek. Persepsi pada setiap orang akan sangat berbeda-beda hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang dan cara berpikir masing-masing. Persepsi terhadap sebuah objek akan membuat seseorang memahami dan memberi respon terhadap objek itu, kemudian memaknai dan memberi nilai kepda objek tersebut sesuai dengan apa yang dipahaminya dari totalitas objek.

Jika seorang mahasiswa PPL menurut persepsi pamong belajarnya adalah orang yang memiliki berbagai macam kompetensi dalam mengajar maka hal itu akan mempengaruhi pamong tersebut untuk memberi penghargaan dan penilaian yang baik atas kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa PPL tersebut. Oleh karena itu dia akan memberikan nilai akhir yang baik dalam bentuk huruf kepada mahasiswa PPL sebagai implementasi persepsi dari pamong. Sebaliknya jika seorang mahasiswa PPL menurut persepsi pamong belajarnya adalah orang yang tidak memiliki berbagai macam kompetensi dalam mengajar maka hal itu akan mempengaruhi pamong tersebut untuk memberi penghargaan dan penilaian yang kurang baik atas kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa PPL tersebut. Oleh karena itu dia akan memberikan nilai akhir yang kurang baik dalam bentuk huruf kepada mahasiswa PPL sebagai implementasi persepsi dari pamong.

2. Kontribusi Kode Etik Mengajar dengan Nilai Yang diperoleh

Kode etik merupakan nilai-nilai yang mesti dijaga dan diamalkan oleh setiap pendidik atau calon pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Setiap orang pasti merasa suka terhadap orang lain yang memiliki etika, baik etika berbicara maupun melakukan sesuatu. Sekaitan dengan ini jika guru PPL mengajar secara santun, sopan, berwibawa, menjaga diri terhadap hal-hal yang kurang baik maka keadaan itu diyakini akan berpengaruh kepada nilai akhir yang diperolehnya. Sebab pamong sebagai orang yang memberikan nilai-kepada guru PPL.

Kode etik berupa sikap perbuatan, sopan santun guru PPL akan mempengaruhi nilai akhir PPL yang diberikan oleh pamong. Semakin baik etika guru PPL menurut pamong maka semakin tinggi pula niali yang diberikan pamong tersebut kepada mahasiswa dan juga sebaliknya. Etika guru PPL dalam mengajar diduga akan berkonribusi terhadap baik atau tidaknya nilai akhir yang diberikan oleh pamong terhadapnya.

3. Kontribusi Persepsi Pamong tentang Kompetensi Guru PPL dan Kode Etik Mengajar guru PPL secara bersama-sama berpengaruh terhadap Nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjo Padang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang dipengaruhi oleh persepsi pamong tentang kompetensi yang dimiliki guru PPL tersebut. Persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL dan kode etik guru PPL dalam mengajar akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai akhir PPL yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Kompetensi guru PPL dapat mempengaruhi persepsi dank ode etik guru PPL dalam mengajar juga mempengaruhi persepsi guru pamong. Oleh karena itu diduga bahwa kedua aspek diatas berkontribusi terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

Bagaimana kedua aspek tersebut dapat berpengaruh terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, hal ini dapat dilihat dari kerangka konseptual berikut:

Gambar 1: Kerangka Kontribusi Persepsi Pamong tentang Kompetensi Guru PPL dan Kode Etik Mengajar Guru PPL terhadap Nilai Akhir PPL yang Diperoleh Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL berkontribusi terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

2. Kode Etik mengajar Guru PPL berkontribusi terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?

3. Persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar Guru PPL secara bersam-sama berkontribusi terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang?



BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional, yaitu menggambarkan adanya variabel-variabel bebas yang di duga berkontribusi terhadap variabel terikat. Penelitian korelasional dirancang untuk memperoleh informasi tantang sesuatu gejala pada saat penelitian dilakukan. Artinya penelitian ini adalah studi korelasi yaitu jenis penelitian deskriptif yang bertujuan mengungkapkan besar atau ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel. Surachmad (1990: 140) menjelaskan ciri-ciri metode deskriptif yaitu:

1. memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah aktual.

2. data yang dikumpulkan mula-mula disusun dijelaskan kemudian dianalisa, karena itu metode ini sering juga disebut metode analitik.

Menurut pengertian di atas penelitian ini akan mendeskripsikan adanya kontribusi persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar Guru PPL terhadap Nilai Akhir PPL yang diperoleh Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

50

Variabel yang di kaji dibedakan atas 2 yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar Guru PPL dan variabel terikat adalah nilai akhir PPL yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

B. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 1998: 115). Menurut Irawan (1999: 172) mengatakan populasi sebagai keseluruhan elemen yang akan dijelaskan oleh seorang peneliti di dalam penelitiannya. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah pamong mahasiswa yang di beberapa SMAN Kota Padang sebagai pembina, pengawas dan penilai mahasiswa PPL Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yang berjumlah 4 sekolah yaitu SMAN 5, 6, 7, dan 10 Kota Padang dengan jumlah pamong 8 orang. Penyebaran populasi ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Total Sampling

No

Lokasi PPL

Jumlah Pamong

1

SMAN 5

2 orang

2

SMAN 6

2 orang

3

SMAN 7

2 orang

4

SMAN 10

2 orang


Jumlah

8 orang

Karena subjek penelitian ini sangat sedikit jumlahnya maka penelitian ini dikatakan sebagai penelitian populasi atau dalam bahasa lain disebut juga dengan total sampling. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1998: 120) yang menyatakan jika subjek penelitian dibawah 100 lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Pendapat ini juga didukung oleh Irawan (1999: 183) yang mengatakan “bila populasi lebih kecil atau sama dengan 100, maka sebaiknya diambil semuanya sebagai sampel.

Populasi penelitian ini bersifat homogen. Ada beberapa alasan peneliti yang menyatakan bahwa populasi ini homogen yaitu: 1) karena yang akan diteliti adalah pamong yang sama-sama mengajar di SMAN, 2) sekolah sebagai tempat penelitian semuanya berlokasi di Kota Padang, 3) seluruh pamong yang diteliti adalah sama-sama pegawai negeri sipil, 4) seluruh pamong yang diteliti adalah sama-sama guru Pendidikan Agama Islam.

Karena penelitian ini jumlah populasinya sangat sedikit dan karaktersitik populasinya homogen, maka seluruh populasi dengan jumlah 8 orang dijadikan sebagai subjek penelitian.

C. Defenisi Operasional

Dalam penelitian ini ada dua variabel bebas yang ditetapkan sebagai faktor yang di duga berkontribusi terhadap nilai akhir PPL yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, yaitu persepsi pamong tentang kompetensi mengajar guru PPL dan Kode Etik mengajar Guru PPL. Kedua variabel tersebut disebut dengan variabel prediktor. Sedangan variabel terikatnya adalah nilai akhir PPL yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Untuk menggambarkan dan menetapkan pengertian masing-masing variabel di bawah ini dijelaskan defenisi operasional dari kedua variabel tersebut.

1. Persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL

Persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah rangkaian tanggapan, pendapat, penilaian langsung oleh pamong tentang kompetensi yang dimiliki oleh guru PPL/mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Adapun indikator-indikatornya sesuai dengan Buku Penilaian Program Pengalaman Lapangan (PPL) Program S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2008 yang terdiri dari beberapa kompetensi penilaian yaitu: 1) Nilai rata-rata latihan mendesain Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 2) Nilai rata-rata latihan praktek mengajar, 3) Nilai kegiatan non mengajar, Nilai rata-rata persiapan mendesain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, 5) Nilai-rata-rata ujian praktek mengajar, 6) Nilai- rata-rata penampilan/performance dan sosial, dan 7) nilai laporan. Implementasi dari persepsi tersebut dijelaskan dalam butir-butir pada instrumen berupa angket yang akan diberikan kepada pamong.

2. Kode etik guru PPL dalam mengajar.

Kode etik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beberapa prinsip-prinsip, aturan-aturan dan etika yang harus dijaga dan dijalankan oleh guru PPL dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik (guru PPL) di beberapa SMAN yang ada di Kota Padang. Diantara kode etik yang harus dijaga dan dijalankan oleh guru tersebut terlihat pada indikator-indikator: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Setia Kepada Pancasila, UUD 1945, dan negara, 3) Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik, 4) berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri, 5) bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembangan peserta didik, 6) lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas Negara lainnya dari pada tugas sampingan, 7) bertanggungjawab, jujur, berprestasi, dan akuntabel dalam bekerja, 8) dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan, 9) menjadi teladan dalam berperilaku, 10) berprakarsa, 11) memiliki sifat kepemimpinan, 12) menciptakan suasana belajar atau studi yang kondusif, 13) memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta bekerja sama dengan baik dalam pendidikan, 14) mengadakan kerjasama dengan orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat, 15) taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan, 16) mengembangkan profesi secara kontinu, dan 17) secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

3. Nilai Akhir PPL

Nilai akhir PPL yang dimaksud disini adalah nilai akhir dalam bentuk huruf (A, B, C, D atau E) yang diperoleh dari praktek mengajar mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Nilai yang dimaksud disini merupakan gambaran dari totalitas penilaian kompetensi dan kode etik mengajar guru PPL mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang

D. Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian, selanjutnya akan disusun dan dibuat oleh peneliti yang terdiri dari bebrapa indikator dan butir-butir pernyataan. Ada beberapa langkah yang akan dilakukan dalam penyusunan instrumen yaitu. Langkah-langkah ini disebut dengan prosedur penyusunan instrumen. Prosedur penyusunan instrumen yang dimaksud dirumuskan dengan merumuskan defenisi normatif dari variabel, kemudian dilanjutkan dengan defenisi operasional. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya maka ditentukan indikator masing-masing variabel. Kemudian dari masing-masing indikator tersebut disusun butir-butir pernyataan yang dapat diukur berdasarkan masing-masing indikator, setelah itu dilanjutkan dengan penyusunan butir-butir angket.

Prosedur penyusunan instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan kisi-kisi sesuai dengan indicator

b. Menyusun pernyataan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat, serta melakukan diskusi dengan pembimbing agar diperoleh kesesuaian dan kesahihan butir-butir pernyataan sesuai dengan konstruk.

Penyusunan butir-butir pernyataan instrumen dibuat dengan mempertimbangkan kendala pengisian oleh responden, dan penyusunannya memperhatikan beberapa hal yaitu:

a. Menghindari pernyataan yang meragukan atau yang tidak jelas

b. Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak perlu atau yang terlalu abstrak

c. Menghindari penggunaan kata-kata yang memiliki makna ganda

d. Tidak menggunakan kata-kata yang dapat menimbulkan rasa curiga atau antipati.

Setelah instrumen selesai dibuat kemudian dikonsultasikan kepada beberapa pakar dan dosen pembimbing untuk menetapkan validitas instrumen tersebut. Pada tahap selanjutnya dilakukan perbaikan sesuai dengan pendapat, saran dari para pakar dan dosen pembimbing. Setelah itu barulah instrumen dinyatakan siap untuk diuji cobakan.

2. Pengukuran

Sifat dan isi butir-butir kuesiner dari masing-masing variabel ukur, terdapat dua macam yaitu favourable dan unfavourable. Favourabel adalah butir pernyataan yang isinya positif, sedangkan unfavourabel adalah butir pernyataan yang isinya negatif.

Setiap variabel akan diukur dengan skala. Skala jawaban untuk setiap variabel terdiri dari empat. Jawaban berskala empat digunakan untuk menghindari jawaban ragu-ragu. Menurut Hadi, (1981) jawaban yang ditengah-tengah menimbulkan kecendrungan menjawab, ke tengah bagi responden yang ada keragu-raguan menjawabnya. Nilai dari setiap pernyataan yang positif untuk selalu dan sangat setuju adalah 5, sering dan setuju dinilai 4, kadang dan tidak setuju dinilai 3, jarang dan tidak setuju dinilai 2 dan tidak pernah dan sangat tidak setuju dinilai 1. Sedangkan nilai dari setiap jawaban yang negatif untuk selalu dan sangat setuju adalah 1, sering dan setuju dinilai 2, kadang dan tidak setuju dinilai 3, jarang dan tidak setuju dinilai 4 dan tidak pernah dan sangat tidak setuju dinilai 5.

E. Uji Coba Instrumen

Untuk memperoleh instrumen yang sahih dan handal, perlu dilakukan uji coba kelayakan instrumen. Prosedur pelaksanaan uji coba adalah: (1) penentuan responden uji coba, (2) pelaksanaan uji xoba, (3) analisis hasil uji coba.

1. Penentuan Responden Uji Coba

Proses penentuan uji coba diberikan kepada pamong yang bukan berasal dari guru SMN Kota Padang. Jumlah keseluruhan responden pada pelaksanaan uji coba instrumen adalah 5 orang. Jumlah itu dianggap memenuhi karena pertimbangan populasi penelitian sangat sedikit sekali.

2. Pelaksanaan Uji Coba

Uji coba instrumen ini dilaksanakan di MAN 1 Kota Padang, setelah mendapat izin dari Departemen Agama Kota Padang. Cara yang ditempuh adalah dengan memberikan instrumen kepada pamong terpilih sebagai respnden uji coba. Pengisian kuesioner dibawah koordinasi Kepala Sekolah.

3. Analisis Hasil Uji Coba.

Pelaksanaan analisis uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk melihat dan memilih butir-butir pernyataan yang sahih dan handal, yang akhirnya dapat dipilih dan ditetapkan menjadi butir-butir instrumen yang sesungguhnya. Layak atau tidaknya butir-butir pernyataan yang akan dipilih dan digunakan sebagai alay pengumpul data akan diketahui melalui uji kesahihan (validitas) dan keandalan instrumen (reliabilitas)

  1. Uji Kesahihan Instrumen

Instrumen yang diberikan kepada responden penelitian, sebelumnya dilakukan uji validitas yang berguna untuk menunjukkan sejauhmana instrumen dapat mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Sarwono (1987:29) apbila pokok-pokok uji dlam suatu instrumen secara logis mampu mengukur apa yang hendak diukur (baik berdasarkan pendapat sendiri, orang lain, atau atas pertimbangan para ahli), maka instrumen tersebut fikatakan valid.

Analisis butir diperoleh untuk menghitung daya dukung dari setiap butir pernyataan terhadap keseluruhan butir pernyataan. Untuk memperoleh butir-butir instrumen yang shahih dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 10.0n for Window. Penggunaan rumus ini akan menghasilkan nilai r tiap butir pernyataan. Hasil pewrhitungan rumus ini akan menggunakan Alpha Cronbach dan dikoreksi dengan uji t untuk setiap butir.

  1. Uji Kehandalan Instrumen

Untuk mengetahui kehandalan instrumen dilakukan uji kehandalan instrumen. Pengoahan analisis data uji coba kehandalan instrumen ini dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 11.5 for Window. Hasil analisis uji coba.

F. Uji Persyaratan Analisis

Data dianalisis dengan menggunakan rumus korelasi, rumus regresi linier sederhana dan regresi ganda. Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk memprediksi variabel bebas (X1 dan X2) dengan variabel terikat (Y). Pengujian persyaratan analisis dilakukan dengan cara:

1. Uji normalitas adalah untuk memeriksa apakah data populasi berdistribusi normal atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemakaian teknik analisis regresi tidak cocok digunakan untuk data penelitian ini. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov.

2. Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data yang diperoleh memiliki variasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan teknik Levene Statistik.

3. Uji linieritas adalah uji yang dilakukan untuk melihat garis regresi apakah linier sehingga dinyatakan signifikan dengan teknik regresi sederhana.

4. Uji Independensi antar variabel bebas dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas yang diuji tidak memiliki hubungan yang berarti dengan teknik korelasi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah jenis data primer yang berguna untuk mengetahui variabel persepsi pamong tentang kompetensi guru PPL dan kode etik guru PPL dalam mengajar terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang.

Sebagai sumber data yang digunakan adalah pamong yang ada di SMAN 5, 6, 7 dan 10 di Kota Padang tahun ajaran 2007-2008. data dikumpulkan melalui angket yang dibuat dan dikembangkan sendiri oleh peneliti. Semua data dikumpulkan sendiri oleh peneliti, sedangkan surat izin mengumpulkan data diurus melalui lembaga Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini memakai analisis data kuantitatif dengan menggunakan teknik-teknik statistik berupa korelasi dan regresi yang akan digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis. Setelah itu dilakukan pembahasan mengenai hasil analisis statistik tersebut. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan arti terhadap hasil analisis yang dilakukan. Pengujian hipotesis bertujuan:

1. Untuk menguji keberadaan hubungan persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dengan nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, digunakan dengan teknik korelasi dan regresai sederhana.

2. Untuk menguji keberadaan hubungan Kode Etik mengajar terhadap nilai akhir yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, digunakan teknik korelasi dan regresi ganda.

3. Untuk menguji keberadaan hubungan persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang secara bersama-sama digunakan teknik korelasi dan regresi sederhana.

Keseluruhan analisis dilakukan dengan bantuan porgram komputer SPSS versi 11.5 for Window.untuk mengetahui tingkat pencapaian tentang variabel persepsi pamong SMAN Kota Padang tentang kompetensi guru PPL dan Kode Etik mengajar terhadap nilai yang diperoleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang dihitung dengan rumus dan pengklasifikasian menurut Sudjana (1984)sebagai berikut:

Tingkat Pencapaian= ∑Skor X100%

∑ butir x n x skala tertinggi

90%-100% = sangat baik

80%-89% = baik

65%-79% = cukup

55%-64% = kurang baik

0%-54% = tidak baik



DAFTAR PUSTAKA

A.M., Sardiman (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Ahmad, J. 2003. “Kontribusi Sikap dan Cara Belajar terhadap Kemampuan Praktikum Elektronika Analog Mahasiswa Jurusan Teknik Elektronika Fakultas Teknik UNP”. Padang: Tesis

Arikunto, Suharsismi. 1998. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rinneka Cipta

Atkinson, R. C., dan E.R. Hilgar. 1991. Pengantar Psikologi, diterjemahkan oleh Nurjanah, Taufik dan Rukmini. Jakarta: Barhana. Erlangga.

Buku Pedoman Program Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang Tahun 2005.

Chaplin, C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono, Jakarta: Rajawali Press.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: BP. Cipta Jaya.

Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Undang-Undang Guru dan Dosen, Jakarta: Sinar Grafika.

Echols, Jhon. M dan Shadeli, Hasan. 1984. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia.

Gibson, James. 1986. Organisasi Perilaku, Struktur dan Proses, Diterjemah oleh Djoerban Wahid. Erlangga Jakarta.

Hadi, Sutrisno, 1994. Metodologi Riset, Yogyakarta: Andi Offset

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung; Sinar Baru Algensindo.

Harefa, Andrias. 1999. Membangkitkan Roh Profesionalisme, Jakarta: Gramedia.

63

Haryono, Agung. 2007. Tantangan Profesionalisme Guru Ekonomi Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, makalah tidak terbit.

Hasan, Hamid. (2004). Profesionalisme Guru dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Jurnal Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN). Bandung: HIPKIN.

Haswita, S. (2005), “Kontribus Persepsi Dosen tentang Profesi Pendidikan Kjuruan dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Dosen Fakultas Teknik UNP”. Padang: Tesis Pascasarjana UNP.

Irawan, Prasetya. 1999. Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA LAN Press

Kluckhohn, C. 1962. Values and Value Orientations in The Theory of Action, New York, Harpen & Row Publisher

Koesoema, Doni A, 2007. Menggadaikan Etika Profesi, Kompas, 14 Maret Jakarta.

Leavit, Harold, J. 1986. Psikologi Management, Terj. Zakardi Muslichah, Jakarta: Erlangga.

M.S H. Titus, et al, 1984. Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang.

Mariati, L. (2001), “Kontribusi Persepsi Siswa tentang SMK dan Cara Belajar Terhadap Hasil Belajar Gambar Estetis (Studi di SMK Negeri 8 Padang)”, Padang: Tesis Pascasarjana UNP.

Muhaimin dan Mujib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya.

Mulyasa, E. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munn, N.L. 1962. Introduction To Psychology, Boston: Houghton,, Mifflin Co

Nazaruddin. (2007). “Persepsi Siswa tentang Pendidikan Kejuruan dan Cara Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa SMKN 2 Kota Padang”, Padang: Tesis Pascasarjana UNP.

Nurtain, 1989. Pola Kepemimpinan di Masyarakat Matrilineal Minangkabau, Laporan Penelitian IKIP Padang.

Pidarta, Made, 1997. Landasan Kependidikan, Jakarta: Rinneka Cipta.

Purwadarminta, W.JS. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rahmad, Jalaluddin. 1998. Psikologi Kumunikasi. Bandung: PT Rosdakarya.

Ruch, Floyd L. 1967. Psychology and Life, 7 Edt. Scott. Foresman and Company. Atlanta.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sofa. 2008. Profesi Keguruan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi (Tp:)

Spranger, E. 1928. The Types Of Men : The Psychology And Athics Of Personality. Max Niemeyer Verlag, Halle (Saale)

Sudjana, Nana. 1988. Cara Belajar Siswa Aktif, Jakarta: Sinar Baru Algesindo.

Team Didaktik Metodik. 1989. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulm PBM, Jakarta: Rajawali.

Team Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia. 1990, Jakarta: Balai Pustaka.

Thoha, HM. Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wirman, (2005) “Kontribusi Persepsi Siswa tentang Sekolah Menengah Kejuruan dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Uji Kompetensi keahlian”, Padang: Tesis Pascasarjana UNP