Selasa, 29 April 2008

Gambaran Umum Masyarakat Desa Parmeraan Kec. Dolok Kab. Tapanuli Selatan

GAMBARAN UMUM TENTANG DESA PARMERAN

KEC. DOLOK KAB. TAPANULI SELATAN

Hs. Hasibuan Botung

A. Geografi Wilayah Desa Parmeraan

Desa Parmeraan berasal dari nama sungai yang bernama Aek Parmeraan (Sungai Merah). Aek Parmeraan bukan berarti warna airnya yang merah akan tetapi konon kabarnya dahulu disungai ini bayak sekali ikan mera/garing yang sangat besar, dan ikan ini diyakini sebagai penghuni aek parmeraan. Semenjak orang melihat ikan mera/garing yang ada di sungai tersebut maka nama desa itu ditetapkan sebagai desa parmeraan.

Desa Parmeraan terletak di Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini berbatasan dengan kecamatan yang ada disekitarnya yakni: Sebelah Timur dengan Kabupaten Labuhan Batu (Kecamatan Sungai Kanan), Sebelah Utara dengan Kecamatan Saipar Dolok Hole, Sebelah Selatan dengan kecamatan Halongonan, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Tapanuli Selatan.

Desa Parmeraan memiliki daerah geografis yang luas daerahnya diperkirakan 1120 H. Kondisi alamnya hampir semuanya adalah daratan dan perbukitan yang cukup jauh dari permukaan laut dengan suhu udara sedang berkisar antara 23-24 C.[1]

Desa Parmeraan Kec. Dolok termasuk daerah pedalaman karena daerahnya jauh dari pusat kota Padangsidempuan yang berjarak sekitar 86 KM. Sementara jarak dari Kota Sumatera Utara (Medan) ke Desa Parmeraan sekitar 142 KM jika ditempuh dengan angkutan umum menghabiskan waktu lebih kurang 9 jam dalam perjalanan[2].

Desa Parmeraan salah satu desa dari 86 desa yang ada di Kecamatan Dolok. Diantara desa-desa tersebut adalah desa Parmeraan, Simatorkis, Bahap, Janjimanahan, Sijara-jara, Silangge, Baringin, Bintais, Hutabaru, Baturunding, Hutaimbaru, Gumaruntar, Simanganbat Tua, Arse, Rongkare, Rancaran, Sibayo, Janjimanahan, Gunung Selamat, Siraja, Sibur-bur, Tanjung Baru, Tarutung Bolak, Lubuk Godang, Purbatua, Hutaimbaru, Bunut, Siranap, Jambur batu, Gunung Maria, Bandar Nauli, Siguga, Panca, Payaombik, sungai Pining, Sibiobio, Sijorong, Napasundali, Siloung, Baringin, Simambal, Sialagundi, Mompang Dolok, Mompang Lombang, Aek Tangga, Nabongal, Aek Haruaya, Binaga Gumbot, Aek Suhat TR, Aek Suhat Jae, Sialang Dolok, Pagaran Julu II, Huala Baringin, Dolok Sanggul, Naga Saribu, Pasar Sipiongot, Bukit Tinggi, Sibayo Jae, Aek Hilung, Pijor Koling, Aek Rao, Situmbaga, Sungai Datar, Sijantung Julu, Parigi, Sijantung Jae, Tanjung Longat, P.P Merdeka, Dalihan Tolu, Sinabongan, Binanga Panasahan, Singayal, Aek Sundur, Sigala-gala, Lubuk Lanjang, Lubuk lanjang, Simataniari, Simaninggir, Pagaran Julu I, Sologo-logo, Pagaran Siregar, Sipiongot, Janji Matogu, dan Desa Binanga Gumbot.[3]

Menurut keterangan Sutan Mangaraja Rambe, Desa Parmeraan dulunya belum ada, sedangkan wilayah Kecamatan Dolok yang sekarang awalnya hanya satu huta (desa) dengan nama Sipiongo. Sementara desa-desa lainnya masih hutan belantara. Kalau ditinjau dari asal kata sipiongot berasal dari dua kata yaitu sipi dan ingot, Sipi artinya terpelosok dan ingot artinya ingat. Jadi arti dari Sipiongot adalah terpelosok atau pedalaman yang selalu di ingat. Bagi orang yang datang ke- daerah ini akan selalu mengingat atau sukar untuk melupakannya karena keindahan alamnya seperti perbukitan, sungai dan banyak hasil alam seperti karet, dan rempah-rempah.[4]

Sistem pemerintahan di Kecamatan Dolok adalah pemeritahan desa pusatnya berada di Pasar Sipiongot. Setiap desa dikepalai oleh seorang kepala desa dan kepala desa bertanggung jawab terhadap Camat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur pemerintahan sebagai berikut :

Skema 1 : Struktur Pemerintahan Kecematan Dolok

Sumber data: Kantor Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan

Penduduk Kecamatan Dolok berjumlah 20.707 orang. Bahasa yang dipakai masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari adalah bahasa Batak Angkola, dan bahasa Mandailing.[5]

Sedangkan sistem pemerintahan Desa Parmeraan dapat dilihat pada sruktur pemerintahan berikut ini.

Skema 2: Struktur Pemerintahan Desa Parmeraan Kec. Dolok




Sumber data: Kantor Kepala Desa Parmeraan Kecamatan Dolok

Penduduk Desa Parmeraan berjumlah 1.007 orang. 600 orang di anataranya adalah perempuan dan 407 orang pria. Suku dari masyarakat Desa Parmeraan mayoritas Suku Batak Angkola dan Batak Mandailing tidak ada ditemukan selain Suku Batak di desa ini[6].

B. Masuknya Islam ke Kecamatan Dolok

Berbicara tentang Islam di Kec. Dolok berkaitan dengan kedatangan Islam di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Kec. Dolok adalah sebagian dari wilayah Indonesia. Di ketahui bahwa menurut beberapa sumber Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Sedangkan menurut Hamka Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M melalui pedagang dari Arab atau Persia. Proses Islamisasi di Indonesia pada awalnya di lakukan dengan dua cara yaitu:

1. Melalui perdagangan. Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang yang dating dari Arab dan Gujarat (India) ke Indonesia. Disamping berdagang para saudagar Arab sekaligus memperkenalkan Islam kepada masyarakat Indonesia. Pada awalnya pedagang Arab tersebut berbaur dengan penduduk setempat atau Indonesia. Sehingga terjadi kontak langsung dengan masyarakat. Degan terjadinya interaksi ini kemudian mereka mengajak penduduk pribumi untuk menerima agama Islam.

2. Melalui Perkawinan. Sebagian pedagang Arab ada yang menetap di Indonesia kemudian menikah dengan masyarakat. Bagi mereka yang melakukan pernikahan tersebut mereka mengislamkan istri yang di nikahinya.

Sedangkan Islam masuk kedaerah Tapanuli dengan adanya sentuhan langsung dari pendakwah dari Minangkabau. Diantara mereka yang disebut-sebut sebgai orang yang mengajarkan Islam ke daerah Tapanuli Selatan adalah Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rao pada abad 18 Masehi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Onggang Parlindungan yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Tapanuli pada tahun 1816 M yang dibawa oleh Tuanku Imam Bonjol memerintahkan kepada Tuanku Rao untuk merebut sekaligus mengislamkan Mandailing, Angkola, dan Sipirok serta Batangtoru dan Tuanku Tambusai ditugaskan merebut daerah Padang Lawas Hingga Gunung Tua[7].

Untuk mengembangkan Islam di daerah Tapanuli Selatan, antara Tuanku Rao dan Tuanku Tambusai membagi dua arah yaitu ke desa-desa yang menyusuri sungai Batang Pane termasuk daerah-daerahnya desa Gunung Tua, Sibuhuan hingga ke daerah Dolok.[8] Dari keterangan diatas diperkirakan untuk daerah Dolok, Islam telah masuk pada tahun 1822 M. Dan pada saat yang bersamaan Islam masuk ke Parmeraan menurut HS. Hasibuan[9] melalui para pendakwah dari Pargarutan Sidimpuan.

C. Bentuk-bentuk Kepercayaan

1. Percaya Kepada Begu[10]

Kepercayaan masyarakat di desa Parmeraan masih kuat dengan hal-hal yang berbau mistik, mereka meyakini adanya sebuah kekuatan roh yang disebut dengan begu meskipun mereka mengatakan bahwa meraka adalah Islam. Begu menurut persfektif mereka mempunyai kekuatan tersendiri yang dapat mengganggu dan memberikan berkah kepada manusia. Hal ini diungkapkan oleh Majjidin Nasution:

Dahulu masyarakat disini sangat percaya dengan hal-hal yang bersifat takhayul. Banyak orang yang meminta agar diberi kekuatan oleh begu. Banyak juga mereka yang takut dengan kekuatan begu itu. Para pemuda biasanya pergi ketempat yang sunyi untuk mengundi nasip dengan cara bertapa agar begu memberikan petunjuk kepadanya. Tempat-tempat yuang biasanya dianggap dapat menghadirkan begu adalah pohon beringin besar gua-gua dan kuburan. [11]

Rosman Zulkarnaen menambahkan:

Sampai sekarang nama begu itu sebenarnya masih sering disebut. Hanya saja kata begu, dulu dimaksudkan sebagai roh yang begitu menakutkan, dan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap manusia. Sementara sekarang jika kata-kata begu disebut hanya untuk menakutnakuti orang khusunya anak kecil. Jadi begu adalah semacam hantu yang banyak dan sering diceritakan dan dipahami oleh anak. Dengan mengucapkan “Ada Begu disana: maka anak-anak biasanya tidak berani lagi pergi ke suatu tempat yang disana dikatakan ada begu bersemayam. Percaya atau tidak, sampai sekarang orang dewasa juga masih ada yang takut ketika mendegar nama begu.[12]

Pada dasarnya Begu itu dapat dibagi tiga yaitu Pertama; Begu Ganjang yaitu Hantu yang berukuran tinggi, sehingga karena tingginya kepalanya tidak terlihat lagi. Begu Ganjang biasanya tidak mengganggu manusia hanya saja penampakannya yang buruk dapat membuat orang yang melihatnya menjadi sangat ketakutan.

Kedua; Begu Abar adalah jenis Hantu yang sangat besar, dan ini merupakan begu yang sangat menakutkan. Begu Abar biasanya suka mengganggu manusia, misalnya adanya orang yang kesurupan. Begu Abar adalah komandan dari begu-begu dan mereka sangat menakutkan. Menurut beberapa sumber Begu Abar akan marah jika ada orang yang panyaor-nyaorkon (Bercarut atau memperolok-olok hantu tersebut). Tanda-tanda orang yang diganggu oleh Begu Abar adalah badannya panas, berbicara sendirian, dan bulu kuduk merinding.

Ketiga; Begu lattuk merupakan begu yang paling kecil, biasanya disebut dengan anak begu. Begu yang satu ini suka berkeliaran di mandersa (tempat pemandian umum masyarakat kampung) atau dibatang aek (disungai-sungai). Mereka tidak mengganggu manusia, dan jika mereka merasa terganggu oleh manusia, maka mereka akan membalasnya, berupa tamparan atau bahkan meludahinya. Oleh karena itu anak-anak tidak diperbolehkan mandi pada waktu sagang hari (hari menjelang siang), karena begu lattuk pada saat itu sedang mandi bersama.

2. Perdukunan

Praktek perdukunan dan pengobatan juga banyak ditemukan di Parmeraan dan kegiatannya pun bermacam-macam. Dukun dalam bahasa batak adalah Datu. Dimana datu ini bisa mengobati berbagai macam penyakit baik penyakit jasmani maupun penyakit batin. Disamping mampu mengobati, datu juga dipercayai dapat mendatangkan penyakit dengan cara mengguna-guna atau tenung. Masyarakat desa Parmeraan percaya kepada kehebatan datu, bila ada salah satu anggota keluarga mereka yang sakit, mereka membawanya berobat kepada datu. Syarat-syarat yang harus disediakan adalah: hamonyan, utte mukkur, dohot sigaret gudang garam merah sabukkus (kemenyan, jeruk purut, dan rokok gudang garam merah satu bungkus).

Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi maka datu pun memulai ritual pengobatannya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Oppu Mangaraja Ambolong Sohabiaran Harahap:

“Najolo dompak soadong bidan desa, puskesmas, dohot rumah sakit, asal adong namarun, namasa di hutaon, tarlobi-lobi artina namarnyae dioban doi tu oppu bayo datuan. Biamattong humin halai maia namalo mangubati, tottu tu halai ma dipasahai bettak sai adong nahumurang diakka namasa-masa i”( dulu sebelum ada bidan desa, puskesmas, maupun rumah sakit setiap ada orang yang sakit di kampung tersebut apalagi penyakit batin, harus dibawa ke dukun. Bagaimana lagi, karena yang ada pada waktu itu hanya dukun, tentu saja pengobatan dibawa pada dukun tersebut, mana tahu ada kesembuhan penyakit yang dialami).

3. Pesugihan

Pesugihan juga biasa terjadi di desa Parmeraan. Pesugihan yang dimaksud adalah meminta kekayaan atau keselamatan kepada makhluk-makhluk halus yang diyakini dapat memberikan kekuatan dan keberhasilan. Pesugihan biasanya dilakukan dengan memberi persembahan sebagai tumbal untuk diterimanya permintaan. Namun demikian setiap orang yang sudah terikat janji dengan makhluk halus yang disembahnya maka dia mesti memenuhi tumbal untuk sesembahannya itu. Pelanggaran dari janji yang sudah disepakati dengan makhluk halus tersebut akan mengakibatkan kemarahan makhluk halus. Makhluk halus bisa saja membunuh keluarga atau orang yang menjadi pesugih tersebut.

4. Melepaskan Ayam Hitam Atau Putih Ketengah Hutan[13]

Pelepasan ayam hitam atau ayam putih ke tengah hutan atau tempat-tempat tertentu sudah tidak lain lagi bagi masyarakat Parmeraan. Biasanya hal ini dilakukan sesuai dengan petunjuk si datu (dukun). Ini dilakukan sebagai mediasi untuk memohon maaf atau meminta damai dengan begu yang mungkin saja marah akibat terganggu oleh manusia. Ayam dilepas sebagai tumbal agar setan yang ada di dalam diri si sakit keluar dan kembali keasalnya.

5. Makan Udang Tawar Bersama-sama

Masyarakat Parmeraan mewajibkan masyarakat untuk makan Udang air tawar secara bersama-sama, hal ini dimaksudkan untuk menjauhkan diri dan kampong dari segala mara bahaya serta bala yang akan melanda masyarakat. Bahaya yang dimaksudkan akan terjadi adalah tanaman yang tidak berhasil atau hewan ternak yang mati. Dahulunya dibeberapa tempat di desa Parmeraan terdapat tempat yang sangat rawan dan angker.

Dari beberapa sumber yang diceritakan oleh masyarakat di desa ini pada zaman dahulu sering terjadi peperangan antar pasukan kerajaan. Peperangan itu memakai lokasi pertempuran yang cukup luas. Sebelum desa ini bernama Parmeraan desa ini terkenal dengan Lobu Naginjang[14]. Disebut Lobu naginjang karena peperangan antara kerajaan sering terjadi di tempat ini. Karena perang tidak kunjung usai sementara luas lapangan yang digunakan untuk berperang semakin lama semakin luas dan panjang maka disebutlah desa ini dengan Lobu Naginjang. Selanjutnya untuk mendoakan agar kampung halaman (Lobu Naginjang) selalu dalam keadaan aman dan makmur maka mereka makan udang tawar bersama-sama.

D. Sosial Keagamaan

Hubungan antara agama dengan kebudayaan sangat erat. Hal ini disebabkan karena kebudayaan adalah hasil karya cipta manusia yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Menurut E. B. Tylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat[15]

Menurut pandangan Islam agama bukanlah kebudayaan karena agama tidak sama dengan yang di ungkapkan Tylor yang menyatakan bahwa agama termasuk bagian dari kebudayaan. Kebudaayan Islam adalah sosial, ekonomi dan politik. Sedangkan agama adalah dasar kebudayaan membetuk suatu kebulatan yang disebut dengan addin Islam.[16]

Sekalipun ada agama di Kecamatan Dolok selain Islam namun kehidupan sosial berjalan dengan baik karena dalam Islam tidak ada paksaan dalam beragama. Demikian juga di Kecamatan Dolok Islam masuk dengan cara damai sehingga sampai sekarang penduduknya mayoritas beragama Islam. Hal ini dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel I : Penganut agama Di Kec. Dolok Kab. Tapanuli Selatan[17]

No

Agama

Nama Desa

Jumlah

Ket

1

Islam

Desa Parmeraan, Simatorkis, Bahap, Janjimanahan, Sijara-jara, Silangge, Baringin, Bintais, Hutabaru, Baturunding, Hutaimbaru, Gumaruntar, Simanganbat Tua, Arse, Rongkare, Rancaran, Sibayo, Janjimanahan, Gunung Selamat, Siraja, Sibur-bur, Tanjung Baru, Tarutung Bolak, Lubuk Godang, Purbatua, Hutaimbaru, Bunut, Siranap, Jambur batu, Gunung Maria, Bandar Nauli, Siguga, Panca, Payaombik, sungai Pining, Sibiobio, Sijorong, Napasundali, Siloung, Baringin, Simambal, Sialagundi, Mompang Dolok, Mompang Lombang, Aek Tangga, Nabongal, Aek Haruaya, Binaga Gumbot, Aek Suhat TR, Aek Suhat Jae, Sialang Dolok, Pagaran Julu II, Huala Baringin, Dolok Sanggul, Naga Saribu, Pasar Sipiongot, Bukit Tinggi, Sibayo Jae, Aek Hilung, Pijor Koling, Aek Rao, Situmbaga, Sungai Datar, Sijantung Julu, Parigi, Sijantung Jae, Tanjung Longat, P.P Merdeka, Dalihan Tolu, Sinabongan, Binanga Panasahan, Singayal, Aek Sundur, Sigala-gala, Lubuk Lanjang, Lubuk lanjang, Simataniari, Simaninggir, Pagaran Julu I, Sologo-logo, Pagaran Siregar, Sipiongot, Janji Matogu, dan Desa Binanga Gumbot.

19368

2

Krsiten Katolik

Bukittinggi, Napasundali

418

3

Kristen Protestan

Pasar Sipiongot, Napasundali

Sibio-bio

602

4

Budha

5

Hindu

J u m l a h Keseluruhan

2 0 3 8 8

Berdasarkan tabel tersebut jelaslah bahwa agama Kristen termasuk penduduk yang minoritas. Hal ini terlihat dari 86 desa yang ada di Kecamatan Dolok hanya 5 desa yang dihuni agama Kristen, sementara desa lainnya beragama Islam. Dari 86 desa tersebut di atas pada umumnya dihuni oleh penduduk yang beragama Islam.[18]

Dalam kehidupan sehari-hari komunitas muslim lebih berperan dalam kehidupan kemasyarakatan maupun pendidikan dibandingkan dengan Kristen. Hal ini terbukti seperti pendidikan setingkat SLTP-SLTA ada 7 sekolah, 4 di antaranya sekolah berbasis Islam dan 3 sekolah umum.

Dalam rangka menunjang kehidupan beragama, penganut agama Islam di Kecamatan Dolok memiliki sarana peribadatan. Adapun sarana peribadatan yang ada di Kecamatan Dolok adalah mesjid berjumlah 61 buah, Langgar 37 buah, dan Mushala sebanyak 2 buah. Sementara sarana peribadatan agama Kristen terdiri dari 3 buah Gereja yaitu berada di Pasar Sipiongit, Bukittinggi, dan Sibio-bio 2 di antaranya Gereja Kristen Protestan dan 1 Kristen Katolik[19].

Dalam pelaksanaan ibadah, sebahagian umat Islam dapat digolongkan kepada penganut agama yang taat, hal ini terbukti dengan maraknya kegiatan keagamaan yang dilakukan masyarakat. Bentuk kegiatan yang biasa dilaksanakan mareka seperti Shalat berjamaah, melaksanakan kegiatan keagamaan pada bulan tertentu, atau bertepatan dengan peringatan hari-hari besar Islam seperti, bulan Ramadhan, Isra’Mi’raj, Maulid Nabi dan hari-hari besar lainya. Kemudian ibu-ibu pada setiap desa umumnya selalu mengadakan wirid yasinan dan pengajian setiap Kamis malam. Begitu juga dengan para remaja, mereka juga mengadakan kegiatan-kegiatan melalui organisasi remaja mesjid. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berbentuk ceramah dan kegiatan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat antusias menjalankan ajaran agama Islam.

E. Adat Istiadat Di Desa Parmeraan

Sebelum penulis menjelaskan lebih lanjut tentang adat istiadat di Desa Parmeraan Kecamatan Dolok, terlebih dahulu penulis menjelaska pengertian dari adat istiadat tersebut. Adat istiadat terdiri dari dua kata yaitu “adat” dan “istiadat”. Adat ialah aturan yang dituruti sejak dahulu sedangkan istiadat ialah suatu kebiasaan yang sering dilakukan sejak dahulu sampai sekarang yang masih diyakini oleh suatu masyarakat[20]

Menurut Sudarsono, adat istiadat adalah suatu cara kelakuan yang kekal dan turun-menurun dari generasi ke-generasi sebagai warisan sehingga kuat pengaruhnya dalam perilaku masyarakat.[21] Definisi di atas menggambarkan bahwa adat merupakan cipta manusia yang sudah diterima sejak dahulu yang akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Demikian juga pada masyarakat Batak yang ada di Desa Parmeraan Kecamatan Dolok. Keseharianya telah diatur oleh adat yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Aturan tersebut dijadikan sebagai pedoman hidup bagi masyarakat Parmeraan, adapun aturan (ruji) tersebut adalah:

  1. Sisolisoli do Uhum : sarupa tu mora dohot tu nasohum, tunakayo dohot tunapogos. Artinya Uhum (hukum) adalah lurus, adil berlaku untuk semua pihak baik orang kaya maupun miskin. Maksudnya adalah di Kecamatan Dolok masyarakat harus menjalankan hukum tersebut secara adil, tanpa membeda-bedakan antara si kaya dengan si miskin. Itulah hukum yang diajarkan dalam adat.
  2. Alapari do gogo maksudnya adalah dalam kehidupan bermasyarakat diterapkan gotong royong. Alapari artinya jasa dan gogo artinya kekuatan, maksudnya adalah dalam bermasyarakat kita tidak bisa hidup sendiri-sendiri melainkan butuh jasa bantuan orang lain. Makanya setiap orang mesti menanamkan jasa kepada orang lain. Jasa di sini merupakan kebaikan, sehingga terjalin hubungan kekeluargaan. Disamping itu setiap kebaikan, yang diberikan orang lain kepada kita tidak boleh dilupakan dan suatu saat kita wajib membayarnya, sesuai dengan apa yang telah kita peroleh dari orang tersebut.
  3. Raja tali ni uhum: dalam bermasyarakat perlu ada orang yang diangkat sebagai penegak hukum misalnya sebagai kepala desa dan mora.
  4. Dalihan natolu: Mora, kahanggi, anakboru. Mora berfungsi sebagai pengambil keputusan tertinggi dalam suatu musyawarah ditambah dengan para raja-raja adat. Kahanggi adalah barisan keluarga dari mora yang ikut serta dalam melmberikan dukungan terhadap setiap keputusan yang diambil oleh mora. Anakboru berfungsi sebagai pelaksana atau pekerja terhadap keputusan yang sudah ditetapkan oleh mora.
  5. Namora Ihut Nihosa maksudnya adalah orang yang dermawan dalam masyarakat adalah bukan orang yang banyak memberikan harta akan tetapi orang yang dikatakan dermawan adalah orang yang penolong, ramah dan lapang dada.
  6. Hormat marmora, Denggan mardongan tubu, elek maranak boru artinya Hormati rajamu, berbuat baik dengan saudaramu dan sayangi dan berpandai-pandai kepada bawahanmu.
  7. Sitak paritiur (pandai bicara), Lambok martutur (lembut berbicara), Ringgas manaik mijur (tanggap dengan kondisi yang ada atau yang terjadi dalam lingkungan).[22]

Semua aturan-aturan yang telah ditetapkan di atas sebagian masyarakat masih menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sampai sekarang masyarakat Desa Parmeraan Kecamatan Dolok sangat manjunjung tinggi adat istiadat tersebut. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi upacara adapt atau horja maupun acara-acara lainnya yang bersipat siluluton (acara kematian/kemalangan) dohot siriaaon (acara pesta).

F. Pendidikan

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Parmeraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel II : Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Parmeraan Kec. Dolok[23]

No

Jenjang Pendidikan

Jumlah

Keterangan

1

Sarjana

12 Orang

2

SLTA

102 Orang

3

SLTP

411 Orang

4

SD

459 Orang

5

Buta Aksara

23 Orang

J u m l a h

1007 Orang

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa masyarakat desa Parmeraan Kec. Dolok tingkat pendidikannya sudah cukup bagus dan hanya sedikit orang saja yang buta aksara.

2. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Di Desa Parmeraan ditemukan sarana penunjang proses pendidikan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel III : Pra Sarana Pendidikan Di Desa Parmeraan Kec. Dolok

No

Sarana Pendidikan

Pengembangan Dakwah Islam

Metode Pengembangan

Ket

1

Masjid

TPA/TPSA

Halaqoh

2

Masjid

Khotbah Jum’at

Halaqoh

3

Masjid

Ceramah/Wirid

Halaqoh

4

Surau

Praktek Suluk

Halaqoh

5

Sekolah

SD

Klasikal

6

Sekolah

SLTP

Klasikal

7

Sekolah

SLTA

Klasikal

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di Desa Parmeraan ditemukan proses pengembangan dakwah islamiayah lewat pendidikan dengan sarana dan fasilitas 1 Masjid, 1Mushollah, 1 SD dan 1 Pondok Pesantern.

G. Perekonomian

Umumnya masyarakat Desa Parmeraan hidup dengan usaha bertani seperti berladang, Sawah, Karet dan Sawit. Kehidupan masyarakat dapat dikatagorikan kehidupan yang sangat sederhana untuk lebih jelasnya mengenai kehidupan masyarakat desa Parmeraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel III. : Mata Pencaharain Masyarakat Desa Parmeraan Kec. Dolok Kab. Tapanuli Selatan

NO

Jenis Pekerjaan

Jumlah Orang

Presentase

Pertanian

1

Petani Sawah

415

41 %

2

Petani Ladang

126

12 %

3

Petani Karet

456

45 %

4

Petani Sawit

24

2 %

Guru

5

Guru PNS

10

1 %

6

Guru Swasta

24

2 %

Wiraswasta

7

Pedagang

14

1 %

8

Pengrajin

7

0, 69 %

9

Industri kecil

6

0, 66 %

Jumlah Total

1007

100%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Desa Parmeraan hidup bertani, disamping itu bekerja sebagi guru dan wiraswasta.

Alat yang digunakan masyarakat Desa Parmeraan untuk bertani ada yang bersifat tradisonal dan modern. Alat pertanian tradisional misalnya:

1. Kapak

2. Beliung

3. Cangkul

4. Sabit

5. Parang

6. Pahat

7. Kayu

8. Dodos

9. Egrek

10. Tajak

11. Rambas

12. Goluk/gupak

Sedangkan alat yang menggunakan teknologi modern yaitu:

1. Mesin senso

2. Pemanen padi

3. Mesin penggiling padi

4. Mobil angkutan hasil pertanian

5. Mesin bajak

Masyarakat Desa Parmeraan tidak bisa digolongkan masyarakat miskin karena standar ekonomi masyarakat hampir merata, rata-rata masyarakat memperoleh penghasilan perhari sebanyak Rp 40.000 hingga Rp 100.000 perhari.[24]



[1] Data Kantor Kepala Desa, Desa Parmeraan Kec. Dolok 2006

[2] Justan Ritonga, Kepala Desa Parmeraan Kec. Dolok, ( 13 Maret 2007)

[3] Data Kantor Camat, Kecamatan Dolok 2006

[4] Panusunan , Camat Kec. Dolok –Sipiongot, Wawanra, 18 Maret 2007

[5] Data Statistik Kantor Camat Kecamatan Dolok 2006

[6] Data Statistik Kantor Kepala Desa, Desa Parmeraan Kec. Dolok 2006

[7] Raja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, ( Jakarta: ….. 1964), h. 172-180

[8] Ibid, h. 221-223

[9]HS. Hasibuan, Tokoh Masyarakat Padangsidimpuan. Wawancara Tanggal 14 Mei 2007

[10]Begu adalah roh atau tondi orang yang sudah meninggal, tapi tondi itu dihinggapi oleh makhluk-makhluk jahat. Dalam bahasa Minang disebut dengan Siampa, atau dalam bahasa Indonesianya disebut dengan Hantu.

[11]Majjidin Nasution, Tokoh Masyarakat Desa Parmeraan, Wawancara tanggal 2 Juli 2007

[12]Rosman Zulkarnain Siregar, Tokoh Adat desa Parmeraan, Wawancara, Tanggal 2 Juli 2007.

[13] Melepaskan ayam ketengah hutan itu menurut kepecayaan masyarakat desa Parmeraan dapat menyembuhkan penyakit, biasanya berasal dari perintah sang dukun, jika sesorang dalam keadaan berpenyakit parah dia harus memberikan pengorbanan, awalnya dahulu raja Lobu Naginjang dalam keadaan sakit parah untuk kesembuhannya harus menyerahkan anak gadis yang masih berumur belasan tahun untuk pengorbanan untuk penguasa hutan tetapi hal ini berdasarkan orang yang pandai cukup menyarahkan ayam yang bulunya berwarna putih. Hal ini dilakukan karena upaya minta maaf kepada penguasa hutan karena yang bersangkutan telah mengusik komunitas mereka.

[14] Nama sebuah daerah, menurut keterangan masyarakat setempat darah ini dulu adalah sebuah kerajaan, karena negeri itu sering dilanda bencana, seperti penyakit kulit dan banyak masyarakat yang meninggal tanpa diketahui sebabnya, maka seorang mengusulkan kepada sang raja agar memberikan tumbal, yaitu seorang anak perempuan yang baru lahir dan belum berdosa, bayi tersebut dikubur hidup-hidup sebelum ditutup liang kubur tersebut bayi disiram dengan air yang dicampur dengan timah panah, baru sang raja berpesan jika ada musibah agar bayi tersebut memberikan aba-aba kepada penduduk. Di namakan Lobu Naginjang karena dia diafit oleh dua sungai dari sebalah Utara, Selatan, Timur dan Tenggara dipsahkan dengan jurang terjal.

[15] Sidi Gazalba, Asas Kebudayaan Islam Pembahasan Ilmu dan Filsafat Tengatang Fiqh Ahklaq, Bidang-Bidang Kebudayaan Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 163

[16] Ibid, h. 172

[17] DataStatistik Kantor Camat Kec. Dolok 2006

[18] Ibid, h.

[19] Data Statitik Kantor Camat Kec. Dolok 2006

[20] Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modren, (Jakarta: Pustaka Imani, 1955), h. 1

[21] Soerdarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1972), h. 15

[22] Sutan Kali Bukit, Raji Niparhutaon Nadi Goppangon Ni Adat Di Kec. Dolok, Dipersentasikan Dalam seminar Adat Di Padang Sidempuan, (4 Mei 1995)

[23] Data Statistik Kantor Kepala Desa, Desa Parmeraan Kec. Dolok 2006

[24] Justan Rambe , Kepala Desa Parmeraan, Wawancara, 16 Maret 2007

Tidak ada komentar: